Mulai awal Tahun Pelajaran 2025/2026 pembelajaran yang dilaksanakan di kelas pada setiap jenjang Pendidikan di Indonesia akan ada warna baru yaitu kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Pembelajaran Mendalam atau sering kita dengar dengan nama Deep Learning. Banyak dari kalangan guru masih salah pengertian dengan menganggap bahwa Deep Learning adalah kurikulum baru dengan bergantinya Menteri Pendidikan. Deep Learning bukan suatu kurikululm tetapi melainkan suatu pendekatan dalam pembelajaran di kelas. Ada empat hal yang melatarbelakangi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan kebijakan pendekatan pembelajaran Deep Learning yaitu: (1) Perubahan masa depan yang sulit diprediksi; (2) Permasalahan mutu pendidikan: Literasi, Numerasi, Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, dan Ketimpangan Pendidikan; (3) Bonus demografi Indonesia 2035 dan Visi Indonesia 2045; dan (5) Kompetensi masa depan. Terkait dengan permasalahan mutu Pendidikan di Indonesia, pada perankingan Studi International yang bernama PISA (Programmme for International Student Assesment) yang mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam tiga bidang utama yaitu Membaca, Matematika, dan Sains, Indonesia selalu berada di posisi perangkingan yang jauh tertinggal negara-negara lain. Pada PISA 2022 lebih dari 99% murid Indonesia hanya bisa menjawab soal-soal dengan kategori LOTS (Low Order Thinking Skills) dan tentunya hanya kurang dari 1% yang dapat menjawab soal-soal HOTS (High Order Thinking Skills).
Deep Learning didefinisikan sebagai pendekatan pembelajaran yang memuliakan dengan menekankan pada penciptaan suasana pembelajaran dan proses pembelajaran dengan prinsip pembelajaran Berkesadaran (Mindful), Bermakna (Meaningful) , dan Menggembirakan (Joyful) melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu. Deep Learning diperlukan pada pembelajaran masa kini dengan tujuan untuk melengkapi pendekatan pembelajaran dengan menambah karakteristik praktik pedagogi yang mencakup: (1) Keterlibatan, (2) Berkesadaran, (3) Memuliakan, (4) Pengembang Budaya Belajar, (5) Pemanfaatan Teknologi Digital, dan (6) Multi/ Interdisiplin Ilmu Pengetahuan. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Deep Learning yang meciptakan suasana pembelajaran dan proses belajar dengan penerapan prinsip karakteristik Mindful, Meaningful, dan Joyful diharapkan akan mewujudkan delapan dimensi profil lulusan yaitu: (1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) Kewargaan; (3) Kreatifitas, (4) Penalaran Kritis; (5) Kolaborasi; (6) Kemandirian; (7) Kesehatan; dan (8) Komunikasi. Untuk mencapai level Deep Learning pengalaman belajar dilakukan secara bertahap dimulai dari (1) Memahami, peserta didik aktif mengkonstruksi pengetahuan agar dapat memahami secara mendalam konsep dan materi dari berbagai sumber dan konteks sehingga memperoleh pengetahauan esensial, pengetahuan aplikatif, serta pengetahuan nilai dan karakter; (2) Mengaplikasi, aktifitas pendalaman pengetahuan yang dilakukan peserta didik dengan cara mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan secara kontekstual; (3) Merefleksi, pada tahap ini peserta didik mengevaluasi dan memaknai proses serta hasil dari praktik nyata yang telah mereka lakukan dengan melibatkan kemampuan regulasi diri dalam mengelola proses belajarnya secara mandiri yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi terhadap cara belajar mereka.
Deep Learning denganĀ target terwujudnya 8 (delapan) dimensi profil kelulusan berdasarkan 3 (tiga) prinsip pembelajaran mindful, meaningful, dan joyful melalui 3 (tiga) pengalaman belajar memahami, mengaplikasi, dan merefleksi terangkum dalam satu kerangka pembelajaran. Kerangka pembelajaran sebagai panduan sistematis dalam menyusun desain pembelajaran yang terdiri dari: (1) Praktik Pedagogis, yang merupakan strategi mengajar yang dipilih guru untuk mencapai tujuan belajar dalam mencapai dimensi profil lulusan, (2) Kemitraan Pembelajaran, kolaborasi yang membentuk interaksi dinamis antara guru, peserta didik, orang tua, komunitas, dan mitra profesional, (3) Lingkungan Pembelajaran, yang menekankan integrasi antara ruang fisik, ruang virtual, dan budaya belajar untuk mendukung pembelajaran mendalam, dan (4) Pemanfaatan Teknologi Digital, yang dapat menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif, kolaboratif, dan kontekstual.
Pada ekosistem Deep Learning akan terjadi transformasi peran guru yaitu, sebagai (1) Guru sebagai Aktivator, dimana guru harus mampu menstimulus peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran dan kesuksesan pembelajaran dengan berbagai strategi dan mampu memberikan umpan balik untuk menstimulasi level pencapaian yang lebih tinggi, (2) Guru sebagai Kolaborator, guru harus mampu membangun kolaboratif inkuiri dengan peserta didik, rekan sejawat, orang tua murid, keluarga, masyarakat, mitra profesi dan DUDIKA (Dunua Usaha, Dunia Industri, dan Dunia Kerja), dan mitra lainnya dalam pengembangan dan berbagi pengalaman nyata dalam penerapan deep learning, (3) Guru sebagai Pengembang Budaya Belajar, guru harus dapat memberikan kepercayaan dan peluang mengambil resiko (risk-taking) kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan berinovasi, dan melibatkan peserta didik dalam mengembangkan pengalaman belajar, serta menciptakan lingkungan pembelajaran deep learning. Jika guru di Indonesia dapat memaksimalkan diri melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan deep learning, maka permasalah pendidikan yang melatarbelakangi adanya pendekatan pembelajaran deep learning ini akan dapat diurai dan diperbaiki bersama sehingga akan terwujud pendidikan bermutu untuk semua.